Cerpen Etika Profesi

Diposting oleh Yoga De'Aria Nugroho | 0 komentar»
Etika profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut kalangan profesional. Orang yang menyandang suatu profesi tertentu disebut seorang profesional. Selanjutnya Oemar Seno Adji mengatakan bahwa peraturan-peraturan mengenai profesi pada umumnya mengatur hak-hak yang fundametal dan mempunyai peraturan-peraturan mengenai tingkah laku atau perbuatan dalam melaksanakan profesinya yang banyak dalam hal disalurkan dalam kode etik.
          Sedangkan yang dimaksud dengan profesi adalah suatu moral community (Masyarakat Moral) yang memiliki cita-cita dan nilai bersama. Mereka membentuk suatu profesi yang disatukan karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain.
           Kode Etik Seorang Profesional Teknologi Informasi ( IT ) Dalam lingkup IT, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan atara professional atau developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang profesional dengan klien (Pengguna Jasa) misalnya pembuatan sebuah program aplikasi.
          Seorang profesional tidak dapat membuat program semaunya, ada beberapa hal yang harus ia perhatikan seperti untuk apa program tersebut nantinya digunakan kliennya atau user, ia dapat menjamin keamanan (Security) sistem kerja program aplikasi tersebut dari pihak-pihak yang dapt mengacaukan sistem kerjanya (misalnya : Hacker, Cracker, Dll). Sebagai seorang yang profesional, kita mempunyai tanggung jawab untuk mempromosikan etika penggunaan teknologi informasi di tempat kerja. Kita mempunyai tanggung jawab manajerial. Kita harus menerima tanggung jawab secara etis seiring dengan aktivitas pekerjaan. Hal itu termasuk melaksanakan peran kita dengan baik sebagai suatu sumber daya manusia yang penting didalam sistem bisnis dalam organisasi. Sebagai seorang manager atau pebisnis profesional, akan jadi tanggung jawab kita untuk membuat keputusan-keputusan tentang aktivitas bisnis dan penggunaan teknologi informasi, yang semakin mempunyai suatu dimensi etis yang harus dipertimbangkan.
                Banyak aplikasi dan peningkatan penggunaan IT telah menimbulkan berbagai isu etika, yang dapat dikategorikan dalam empat jenis : – Isu Privasi : Rahasia pribadi yang sering disalahgunakan orang lain dengan memonitor e-mail, memeriksa komputer orang lain, memonitor prilaku kerja (Kamera Tersembunyi). Pengumpulan, penyimpanan, dan menyebarkan informasi mengenai berbagai individu /pelanggan dan menjualnya pada pihak lain untuk tujuan komersial. Privasi informasi adalah hak untuk menentukan kapan, dan sejauh mana informasi mengenai diri sendiri dapat dikomunikasikan kepada pihak lain.
                  Hak ini berlaku untuk individu, kelompok, dan institusi. – Isu Akurasi : autentikasi, kebenaran, dan akurasi informasi yang dikumpulkan serta diproses. Siapa yang bertanggung jawab atas berbagai kesalahan dalam informasi dan kompensasi apa yang seharusnya diberika kepada pihak yang dirugikan ?. – Isu Properti : kepemilikan dan nilai informasi (Hak Cipta Intelektual). Hak cipta intelektual yang paling umum berkaitan denganTI adalah perangkat lunak. Penggandaan/pembajakan perangkat lunak adalah pelanggaran hak cipta dan merupakan masalah besar bagi para vendor, termasuk juga karya intelektual lainnya seperti musik dan film. – Isu Aksesibilitas : hak untuk mengakses informasi dan pembayaran biaya untuk mengaksesnya. Hal ini juga menyangkut masalah keamanan sistem dan informasi. Teknologi Informasi mempunyai pengaruh yang besar dalam keidupan manusia. Karena TI ibarat pisau bermata dua, legal dan ilegal, baik dan buruk, maka mau tak mau berhubungan dengan etika. Merupakan hal yang penting untuk mengetahui bahwa hal yang tidak etis belum tentu ilegal. Jadi, dalam kebanyakan situasi, seseorang atau organisasi yang dihadapkan keputusan etika tidak mempertimbangkan apakah melanggar hukum atau tidak.
                   Kode Etik Seorang Profesional Teknologi Informasi (TI) Dalam ruang lingkup TI, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara professional atau developer TI dengan klien, antara professional sendiri, antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang profesional dengan klien, (Pengguna Jasa) misalnya pembuatan sebuah program aplikasi. Seorang profesional tidak bisa membuat program semaunya, ada beberapa hal yang harus ia perhatikan seperti untuk apa program tersebut nantinya digunakan oleh kliennya atau user ia dapat menjamin keamanan (Security) sistem kerja program aplikasi tersebut dari pihak-pihak yang dapat mengacaukan sistem kerjanya (Misalnya Hacker, Cracker Dll).

CONTOH KASUS FRAUD ACCOUNTING PADA PERUSAHAAN MULTILATERAL

Diposting oleh Yoga De'Aria Nugroho | 0 komentar»
Sejarah mencatat kasus Phar Mor Inc. sebagai kasus fraud yang me-legenda dikalangan auditor keuangan. Eksekutif di Phar Mor secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan keuntungan financial yang masuk ke saku pribadi individu di jajaran top manajemen perusahaan. Phar Mor Inc, termasuk perusahaan retail terbesar di Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut pada bulan Agustus 1992 berdasarkan undang-undangan U.S. Bangkruptcy Code. Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor mempunyai 300 outlet besar di hampir seluruh negara bagian dan memperkerjakan  23,000 orang karyawan. Produk yang dijual sangat bervariasi, dari obat-obatan, furniture, electronik, pakaian olah raga hingga videotape. Dalam melakukan fraud, top manajemen Phar Mor membuat 2 laporan ganda. Satu laporan inventory, sedangkan laporan lain adalah laporan bulanan keuangan (monthly financial report). Satu set  laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true report), sedangkan  satu set laporan lainnya berisi informasi tentang inventory yang di adjustment dan ditujukan untuk auditor use only. Demikian juga dengan laporan bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar – berisi tentang kerugian yang diderita oleh perusahaan, ditujukan hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan lainnya adalah laporan yang telah dimanipulasi sehingga seolah-olah perusahaan mendapat keuntungan yang berlimpah. Dalam mempersiapkan laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut staf dari Kantor Akuntan Publik (KAP) Cooper & Lybrand. Staf-staf tersebut yang kemudian dipromosikan menjadi Vice President bidang financial dan kontroler, yang dikemudian hari  ternyata terbukti turut terlibat aktif dalam fraud tersebut.

Analisis :
Agar tidak terjadi kecurangan yang disengaja oleh pihak auditor, dalam kegiatan auditing perlu dilibatkan badan yang mengawasi kegiatan tersebut. Pihak pemerintah juga bisa dilibatkan dalam hal ini. Pembaharuan sistem audit juga perlu dilakukan secara berkala untuk meningkatkan hasil dari kegiatan audit.
Sumber :


KASUS FRAUD AUDITING PADA PERUSAHAAN MULTILATERAL

Diposting oleh Yoga De'Aria Nugroho | 0 komentar»
Pada penelitian terbaru yang dilakukan oleh the Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO), kecurangan (fraud) dalam pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat memberikan konsekuensi negatif yang signifikan terhadap para investor dan eksekutif.

Penelitian COSO tersebut, dengan menelaah tuduhan kecurangan laporan keuangan yang diselidiki oleh Securities and Exchange Commission (SEC) dalam kurun waktu sepuluh tahun antara tahun 1998 – 2007, menemukan fakta bahwa berita dugaan kecurangan telah mengakibatkan penurunan abnormal harga saham rata-rata 16,7% dalam dua hari setelah diumumkan. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan seringkali mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau harus menjual aset, dan sembilan dari sepuluh kasus-kasus SEC tersebut menyebutkan CEO dan/atau CFO perusahaan yang bersangkutan diduga terlibat dalam kecurangan.

Chairman COSO, David Landsittel, mengatakan bahwa analisis mendalam dalam penelitian tersebut terkait tentang sifat, jangkauan, dan karakteristik dari kecurangan pelaporan keuangan memberikan pemahaman yang sangat membantu tentang isu-isu baru dan berkelanjutan yang perlu segera ditangani. ”Semua pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan harus terus berfokus pada cara-cara untuk mencegah, menghalangi, dan mendeteksi kecurangan pelaporan keuangan,” kata Landsittel. ”COSO berencana untuk mensponsori penelitian lanjutan mengenai kecurangan pelaporan keuangan, serta pengembangan lebih lanjut pedoman pengendalian internal, untuk membantu pihak-pihak yang terlibat dalam proses pelaporan keuangan.”
Penelitian COSO di atas menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan yang diselidiki oleh SEC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
· Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
· Median kecurangan adalah $12,1 juta . Lebih dari 30 kasus dengan masing-masing kasus melibatkan jumlah lebih dari $500 juta.
· SEC menyebutkan CEO dan/atau CFO terindikasi terlibat pada 89% dari kasus kecurangan. Dalam waktu dua tahun penyelesaian penyelidikan SEC, sekitar 20% dari para CEO / CFO berlanjut pada dakwaan serta lebih dari 60% di antaranya divonis bersalah.
· Kecurangan mengenai pendapatan tercatat lebih 60% dari kasus.
· Banyak karakteristik yang biasanya menjadi pengamatan umum dewan direktur dan komite audit, seperti: ukuran, frekuensi rapat, komposisi, serta pengalaman, tidak berbeda secara signifikan antara perusahaan yang terlibat kecurangan dengan yang tidak. Upaya-upaya pengaturan tata kelola perusahaan terbaru tampaknya telah mengurangi variasi dalam karakteristik terkait dewan direktur yang diamati.
· Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.
· Berita awal dalam media massa mengenai dugaan adanya kecurangan mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata sebesar 16,7 persen untuk perusahaan yang terlibat kecurangan, dalam dua hari setelah pengumuman.
· Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
· Perusahaan yang terlibat dalam kecurangan sering mengalami kebangkrutan, delisting dari bursa efek, atau melakukan penjualan aset yang material dengan tingkat yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak terlibat kecurangan.
Penelitian COSO dilakukan oleh empat profesor akuntansi: Mark S. Beasley dari North Carolina State University, Joseph V. Carcello dari University of Tennessee, Dana R. Hermanson dari Kennesaw State University, dan Terry L. Neal dari University of Tennessee. Penelitian ini meng-update penelitian COSO sejenis sebelumnya diterbitkan pada tahun 1999, untuk kasus-kasus kecurangan pelaporan keuangan dekade 1987-1997.
Profesor Beasley, yang juga merupakan anggota dewan COSO, mencatat bahwa penelitian tambahan diperlukan untuk lebih memahami perbedaan dalam proses seputar dewan direksi dan komite audit. ”Kita perlu untuk menentukan apakah ada proses tertentu berkaitan dengan dewan direksi yang dapat memperkuat pengawasan mereka terhadap risiko-risiko yang mempengaruhi laporan keuangan,” katanya. ”Selain itu, mengingat jumlah kecurangan diperiksa dalam penelitian ini terbatas dan terkait dengan jangka waktu setelah penerbitan Sarbanes-Oxley Act of 2002 termasuk implementasi Seksi 404, penelitian lebih lanjut diperlukan sebelum dapat diambil kesimpulan tentang dampak SOX tersebut dalam mengurangi kecurangan pelaporan keuangan.”

Kesimpulan :
Fraud dalam perusahaan dapat terjadi karena kurangnya pengawasan yang dilakukan perusahaan. Seharusnya perusahaan membuat suatu sistem yang terintegrasi dengan baik agar tidak dapat terjadi kecurangan. Auditing juga perlu dilakukan terhadap semua lapisan perusahaan, auditing baiknya dilakukan oleh pihak independen, yang dilakukan secara berkala.




PERKEMBANGAN ETIKA, BISNIS, DAN PROFESI DI INDONESIA

Diposting oleh Yoga De'Aria Nugroho | 0 komentar»
Etika Bisnis adalah suatu Suatu sikap yang harus Anda tunjukkan sebagai seorang profesional ketika menjalin relasi dengan rekan bisnis Pada saat etika bisnis menjadi fenomena global inilah etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat. Pembenaran tentang konsep etika bisnis yang dikemukakan oleh Richard de George yang menyebutkan bahwa  etika bisnis bersifat nasional, internasional dan global seperti bisnis itu sendiri kemudian menjadi kenyataan. Etika bisnis pada saat itu juga memasuki wilayah asia, terutama pada negara yang ekonomi paling kuat di luar negara barat yaitu Jepang. Menyusul etika bisnis di India,  prakteknya dilakukan oleh management center for human values di Kalkuta tahun 1992.

Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia yang dapat kita sebut Etika Bisnis Pancasila mengacu pada setiap sila. Menurut Bung Karno, pada pidato kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Pancasila dapat diperas menjadi Sila Tunggal, yaitu Gotong Royong, atau Tri Sila sebagai berikut:
1.   Socio-nasionalisme(Kebangsaan dan Peri Kemanusiaan)
2.   Socio-demokrasi (Demokrasi/ Kerakyatan, dan Kesejahteraan Sosial); dan
3.   Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

Syarat mutlak dapat diwujudkannya Etika Bisnis Pancasila adalah mengakui terlebih dahulu Pancasila sebagai ideologi bangsa, sehingga asas-asasnya dapat menjadi pedoman perilaku setiap individu dalam kehidupan ekonomi dan bisnis sehari-hari. Baru sesudah asas-asas Pancasila benar-benar dijadikan pedoman etika bisnis, maka praktek-praktek bisnis dapat dinilai sejalan atau tidak dengan pedoman moral sistem Ekonomi Pancasila.

Etika bisnis dalam tinjauan di indonesia bisa kita refleksikan pada kondisi krisis ekonomi sekarang ini. Semakin berlarutnya penanganan krisis membuktikan bahwa etika bisnis di indonesia masih buruk baik itu di kalangan swasta dalam hal ini pengusaha, pemerintah baik dari pusat maupun daerah di segala tingkatan. Adanya krisis ekonomi diindonesia disebabkan oleh kebijakan ekonomi pemerintah yang tidak transparan, akuntabel, tidak memperdulikan kepentingan rakyat dan yang lebih utama adalah maraknya praktek KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Kinerja pemerintah bisa kita lihat pada gambaran menyeluruh dari kondisi bangsa kita sekarang ini. Kebijakan ekonomi pada waktu itu bila ditinjau dalam prespektif etika bisnis banyak yang tidak objektif (masuk akal). Hal itu bisa dilihat pada angka-angka sebagai indikator ekonominya.

Dengan demikian, etika dan moral cenderung dipandang sebagai variabel bebas yang sama sekali tidak tergantung pada kondisi kualitas sistem kemasyarakat secara menyeluruh. Kecenderungan seperti itu antara lain tampak pada kecenderungan untuk menyamakan keberadaan etika dan moral seseorang atau sekelompok orang dengan keberadaan mutiara.
Kajian yang dilakukan oleh Booz-Allen & Hamilton pada tahun 1998 menunjukkan bahwa indeks good corporate governance (GCG) indonesia adalah yang paling rendah di asia timur dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, Singapura dan Jepang. Demikian pula halnya hasil penelitian oleh McKinsey pada tahun 1999 memperlihatkan bahwa indeks persepsi investor mengenai praktek good corporate governance (GCG) pada perusahaan di Indonesia adalah yang paling rendah jika dibandingkan dengan Korea Selatan, Taiwan & jepang.

Lemahnya penerapan good corporate governance (GCG) oleh para pelaku usaha di indonesia diyakini tidak saja menjadi pemicu terjadinya krisis, namun juga menjadi faktor penghambat upaya untuk keluar dari krisis tersebut. Oleh karena itu tidak mengherankan jika Indonesia merupakan negara paling lambat mencapai pemulihan ekonomi dibandingkan dengan negara-negara Asia yang juga terkena krisis

SEJARAH AWAL PROFESI AKUNTAN
Profesi akuntan telah dimulai sejak abad ke-15 walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai.Pada abad ke-15 di Inggris pihak yang bukan pemilik dan bukan pengelola yangsekarang disebut auditor diminta untuk memeriksa apakah ada kecurangan yangterdapat di pembukuan atau di laporan keuangan yang disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.

SEJARAH AKUNTAN DI INDONESIA
Hari Kamis, 17 Oktober 1957, kelima akuntan tadi mengadakan pertemuan di aula Universitas Indonesia (UI) dan bersepakat untuk mendirikan perkumpulan akuntan Indonesia. Karena pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh semua akuntan yang ada maka diputuskan membentuk Panitia Persiapan Pendirian Perkumpulan Akuntan Indonesia. Panitia diminta menghubungi akuntan lainnya untuk menanyakan pendapat mereka. Dalam Panitia itu Prof. Soemardjo duduk sebagai ketua, Go Tie Siem sebagai penulis, Basuki Siddharta sebagai bendahara sedangkan Hendra Darmawan dan Tan Tong Djoe sebagai komisaris. Surat yang dikirimkan Panitia kepada 6 akuntan lainnya memperoleh jawaban setuju.

SEJARAH ORGANISASI PROFESI  IAI
Perkumpulan yang akhirnya diberi nama Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) akhirnya berdiri pada 23 Desember 1957, yaitu pada pertemuan ketiga yang diadakan di aula UI pada pukul 19.30. Pendiri IAI adalah Prof. Dr. Abutari, Tio Po Tjiang, Tan Eng Oen , Tang Siu Tjhan, Liem Kwie Liang, The Tik Him
Konsep Anggaran Dasar IAI yang pertama diselesaikan pada 15 Mei 1958 dan naskah finalnya selesai pada 19 Oktober 1958. Menteri Kehakiman mengesahkannya pada 11 Februari 1959. Namun demikian, tanggal pendirian IAI ditetapkan pada 23 Desember 1957. Ketika itu, tujuan IAI adalah:
  • Membimbing perkembangan akuntansi serta mempertinggi mutu pendidikan akuntan
  • Mempertinggi mutu pekerjaan akuntan

SEJARAH IAPI
Pada tanggal 24 Mei 2007 berdirilah Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) sebagai organisasi akuntan publik yang independen dan mandiri dengan berbadan hukum yang diputuskan melalui Rapat Umum Anggota Luar Biasa IAI – Kompartemen Akuntan Publik.
Drs. Ahmadi Hadibroto sebagai Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI mengusulkan perluasan keanggotaan IAI selain individu. Hal ini telah diputuskan dalam Kongres IAI X pada tanggal 23 Nopember 2006. Keputusan inilah yang menjadi dasar untuk merubah IAI – Kompartemen Akuntan Publik menjadi asosiasi yang independen yang mampu secara mandiri mengembangkan profesi akuntan publik.

Pada tanggal 4 Juni 2007, secara resmi IAPI diterima sebagai anggota asosiasi yang pertama oleh IAI. Pada tanggal 5 Februari 2008, Pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 mengakui IAPI sebagai organisasi profesi akuntan publik yang berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan penerbitan standar profesional dan etika akuntan publik, serta menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di Indonesia.
Perkembangan Standar Profesional Akuntan Publik

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah merupakan hasil pengembangan berkelanjutan standar profesional akuntan publik yang dimulai sejak tahun 1973. Pada tahap awal perkembangannya, standar ini disusun oleh suatu komite dalam organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang diberi nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan.
Standar yang dihasilkan oleh komite tersebut diberi nama Norma Pemeriksaan Akuntan. Sebagaimana tercermin dari nama yang diberikan, standar yang dikembangkan pada saat itu lebih berfokus ke jasa audit atas laporan keuangan historis.

Kesimpulan :
Etika Bisnis adalah suatu Suatu sikap yang harus Anda tunjukkan sebagai seorang profesional ketika menjalin relasi dengan rekan bisnis. Perkembangan Etika Bisnis di Indonesia yang dapat kita sebut Etika Bisnis Pancasila mengacu pada setiap sila. Menurut Bung Karno, pada pidato kelahiran Pancasila 1 Juni 1945, Pancasila dapat diperas menjadi Sila Tunggal, yaitu Gotong Royong, atau Tri Sila sebagai berikut:
1.   Socio-nasionalisme(Kebangsaan dan Peri Kemanusiaan)
2.   Socio-demokrasi (Demokrasi/ Kerakyatan, dan Kesejahteraan Sosial); dan
3.   Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah merupakan hasil pengembangan berkelanjutan standar profesional akuntan publik yang dimulai sejak tahun 1973. Pada tahap awal perkembangannya, standar ini disusun oleh suatu komite dalam organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang diberi nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan.

Sumber :

Contoh Benturan Kepentingan

Diposting oleh Yoga De'Aria Nugroho | 0 komentar»
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) kembali akan merevisi Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu. Revisi ini merupakan yang kesekian kalinya. Revisi terakhir terhadap ketentuan ini dilakukan akhir Desember tahun lalu.

Berbeda dengan peraturan sebelumnya (Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor Kep-521/BL/2008 tanggal 12 Desember 2008), dalam draf peraturan ini, Bapepam-LK menjelaskan bahwa transaksi afiliasi adalah transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dengan afiliasi dari perusahaan atau transaksi yang dilakukan oleh sesama perusahaan terkendali dari satu perusahaan.

Wajar jika Bapepam-LK kerap mengubah ketentuan transaksi afiliasi dan benturan kepentingan tertentu. Analis pasar modal, Felix Sindhunata, mengatakan kedua transaksi itu sangat sensitif. Artinya transaksi ini cenderung disalahgunakan dan terkadang bias atau menyimpang. Apalagi dalam prakteknya, transaksi afiliasi sangat beresiko terhadap benturan kepentingan. Kasus-kasusnya sangat bervariasi dan terkadang variasinya itu tidak diatur dalam Undang-Undang, ujar Head of Equity Research Division PT Mega Capital Indonesia itu.

Masih menurut Felix, transaksi afiliasi perlu diatur lantaran banyak kepentingan di antara pemegang saham. Misalnya, karena ingin memajukan suatu perusahaan afiliasi, perusahaan  akan menjual saham dengan harga di bawah harga yang semestinya atau terlalu jauh dari harga pasar. Hal ini bisa menimbulkan adanya benturan kepentingan atau conflict of interest. Ujung-ujungnya yang dirugikan adalah pemegang saham minoritas.

Menurut Indra Safitri, pengamat hukum pasar modal, perubahan dalam peraturan Bapepam-LK kali ini mencakup dua hal pokok. Pertama, tentang pengaturan bagaimana tata cara menerbitkan dan mengumumkan keterbukaan informasi kepada masyarakat terkait transaksi afiliasi. Kedua, mengenai pengecualian kewajiban Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Independen atas transaksi yang mengandung benturan kepentingan.

Indra mengatakan dalam ketentuan sebelumnya sudah jelas bahwa apabila terdapat transaksi afiliasi dan benturan kepentingan secara ekonomis, perseroan perlu melakukan RUPS. Di dalam RUPS, lanjut dia, yang boleh memberikan keputusan hanya pihak-pihak yang independen. Tujuannya agar transaksi yang dilakukan itu dapat diambil secara fair. Karena pada umumnya transaksi afiliasi adalah benturan kepentingan antara perusahaan dengan pemegang saham utama.

Perubahan peraturan ini, lanjut Indra, kemungkinan disebabkan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang terjadi setelah krisis. Hal-hal yang perlu diperjelas dalam aturan ini secara umum adalah prinsip-prinsip transparansi dan fairness. Karena pada prinsipnya peraturan ini dibuat untuk melindungi kepentingan investor, terutama investor yang minoritas, paparnya. Namun, Indra mengingatkan, supaya aturan Bapepam ini jangan sampai terlalu melindungi emiten. Alasannya, emiten bisa menjadi tidak berkembang karena aturannya sangat mengekang.

Dalam draf peraturan ini, Bapepam-LK menambahkan beberapa pengecualian transaksi afiliasi dan benturan kepentingan tertentu. Yakni, transaksi yang berkelanjutan, transaksi penjualan yang dilakukan perusahaan melalui lelang terbuka, transaksi yang dilakukan oleh perusahaan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-udangan atau putusan pengadilan, transaksi yang merupakan kegiatan usaha utama perusahaan atau perusahaan terkendali dikecualikan dalam transaksi afiliasi dan benturan kepentingan.

Kemudian transaksi yang dilakukan perusahaan dengan nilai transaksi tidak melebihi 0,5 persen dari modal disetor sepanjang 0,5 persen dari modal disetor tersebut tidak lebih dari Rp5 miliar.  Transaksi antara perusahaan dengan perusahaan terkendali yang saham atau modalnya dimiliki sekurang-kurangnya 99 persen atau antara sesama perusahaan terkendali yang saham atau modalnya dimiliki sekurang-kurangnya 99 persen oleh perusahaan dimaksud, jika laporan keuangan dari perusahaan tersebut dikonsolidasikan. Kemudian transaksi yang merupakan kegiatan usaha utama Perusahaan atau perusahaan terkendali.

Dalam draf peraturan ini juga diatur bahwa perusahaan yang melakukan transaksi benturan kepentingan maka ditentukan batas waktu terhadap persetujuan RUPS, yakni paling lambat 12 bulan sejak tanggal RUPS yang menyetujui transaksi tersebut.

Analisis :
Transaksi Afiliasi Beresiko Terhadap Benturan Kepentingan
Transaksi afiliasi perlu diatur lantaran banyak kepentingan di antara pemegang saham. Bapepam-LK pun berencana merevisi ketentuan transaksi afiliasi dan benturan kepentingan tertentu. Drafnya sudah disampaikan ke publik.

Sumber :